Selasa, 11 Oktober 2016

Cerita hujan

Oktober di malam hari. Hujan sedang rindu dan selalu datang menyapa. Setiap hari dia datang bergandengan tangan dengan langit gelap layaknya malam hari.
Hujan. Bukan hanya tentang tetesan air yang jatuh. Bukan juga tentang derasnya aliran air yang jatuh. Hujan. Membuat siapapun dingin karnanya.
Seperti malam ini. Aku di rumah duduk menulis. Tertidur sebelah kananku dua lelaki hebat dengan posisi miring ke kiri bersama-sama, mata tertutup rapat dan mungkin sedang bermimpi indah. Suami dan anakku. Ya, merekalah yang menjadi penopang semangatku selama ini. Tentunya tetap ada doa orangtua kami di sana.
Biasanya aku pun segera menyusul mereka untuk tidur. Tapi tidak kali ini, mataku masih terjaga. Terang. 
Ada sebuah magnet kuat yang membuatku tetap terjaga. Akhir-akhir ini tidurku kurang nyenyak.
Memang, setiap manusia akan selalu memiliki masalahnya. Tak terkecuali aku. Masalah memang bukan sesuatu yang menyeramkan, hanya dibutuhkan segenggam semangat untuk segera menyelesaikan. 
Malam ini, tulisan ini aku buat ketika secuil masalah sedang kurasakan. Bukan tentang keluarga. Mereka adalah segenggam semangatku tadi yang kujaga.
Lalu apa? 
Bisa jadi tentang pekerjaan yang berimbas. Ya, pekerjaanku memang menuntutku untuk pulang malam. Entah karena pending pekerjaan atau sekadar rasa sungkan pada pimpinan. Satu yang kurasakan, ketika aku memilih pulang lebih awal itu menjadi salah satu sumber buruknya aku dimata mereka. Siapapun itu.
Imbasnya? Bisa jadi salah satunya karena itu. Pulang kerja larut malam, tentu sesampainya di rumah aku lelah. Istirahat adalah cara ampuh menghilangkannya sambil melihat si kecil ditemani bermain oleh mbak.
Benar saja, mbak akhirnya memutuskan untuk tidak lagi bersama kami. Membantu pekerjaan rumahku yang selama ini kupercayakan padanya, menjaga si kecil!
Jangan pernah menyalahkan ibu bekerja yang harus rela menitipkan anaknya pada mbak. Jangan pernah pula menganggap pekerjaan rumah yang dikerjakan ibu yang tidak bekerja itu mudah.
Akan selalu ada tantangan untuk setiap pilihan. Apapun itu, hargailah pilihannya.
Setelah ini, aku pun masih harus tetap melanjutkan pekerjaanku, mencari mbak baru, mungkin aku akan tetap pulang malam dan mungkin mbak baru harus sangat menyesuaikan. Jika tidak, ya masih seperti ini polanya. Aku bekerja - mbak di rumah - aku pulang malam - mbak lama lama gak betah - aku cari pengganti - aku bekerja dan begitu seterusnya.
Entah sampai kapan. Sampai kapan aku bisa dengan sangat yakin dan bangga menjadi pendidik utama untuk anak-anakku. Menjadi ibu rumah tangga bersama mereka. Entah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar